MAHASISWA DAN ROMANTISME SEJARAH
Tidak ada yang tidak tahu bahwa mahasiswa lah yang memiliki andil besar dalam menumbangkan Orde Baru pada 1998. Orde Baru yang bertahan sekitar sepertiga abad itu tiba-tiba ditumbangkan oleh aksi gabungan mahasiswa dari berbagai kampus di penjuru tanah air. Hingga saat ini, pergerakan yang pernah menjadi bagian dari aksi gabungan itu masih sering mengulang-ulang cerita tentang peristiwa (yang mereka anggap sangat) heroik itu baik dalam buletin kampus, orasi-orasi, temu tokoh yang sudah nampak di permukaan kampus, dialog ormawa, dsb.
Tak ada yang tidak menghargai perjuangan mereka, tetes peluh mereka, teriakan-teriakan mereka. Namun, jika sekarang kita masih berpikir bahwa berteriak-teriak lewat aksi adalah suatu tindakan yang perlu dilestarikan untuk menjadikan bangsa ini lebih baik, itu tak lebih hanyalah romantisme sejarah saja. Bukankah semakin bertambah hari telinga penguasa semakin tebal? Berapa kali kebijakan pemerintah yang tidak sejalan dengan keinginan rakyat dapat kita binasakan dengan aksi? Nampaknya, tumbangnya Orde baru hanyalah semacam permainan yang berusaha meyakinkan mahasiswa dan rakyat lainnya bahwa negara ini masih mengakui adanya kedaulatan rakyat. Sebenarnya hingga saat ini ruh (sistem yang melingkupi) Orde Baru masih ada. Waktu itu, hanya maskotnya saja yang tumbang. Sempat terpikir; seandainya mahasiswa pada waktu itu juga menumbangkan sistemnya yang bobrok, mungkin saat ini keadaan tak akan semakin parah.
Sistem! Rakyat butuh perubahan sistem yang menjadi akar dari segalanya. Berteriak untuk mengganti setiap person dalam lembaga pemerintahan, membatalkan setiap kebijakan yang tak sejalan dengan kehendak rakyat adalah tindakan yang mubadzir. Terkadang kita juga salah langkah dengan masuk ke dalam sistem tersebut. Kita mendukung sebuah partai yang kita anggap mampu mengganti sistem yang sudah bobrok itu menjadi sistem yang kita anggap lebih baik. Alasannya adalah sebuah pertanyaan konyol: Bagaimana kita bisa merubah sistem itu jika kita tidak berada di dalamnya? Baik, lalu apakah dengan berada di dalam sistem kita bisa merubah sistem itu? Bukankah kita malah akan dibuatnya tunduk, tak bisa berbuat apa-apa? Lama-lama, kita tak lebih dari sebuah pergerakan yang ditunggangi, yang dimanfaatkan untuk mengumpulkan kader dan berteriak-teriak. Padahal, di alam (yang katanya dinamakan) demokrasi ini, mahasiswa tak cukup bersikap crazy to demo! (baca: tergila-gila untuk demo!) [guru yeah, MAHASISWA DAN ROMANTISME SEJARAH]
0 comments:
Post a Comment